Postingan ini juga masih bercerita tentang Perang Dunia II. Hanya saja kali ini tempat terjadinya perang berbeda, kali ini cerita peperangan berlangsung di Leningrad (atau sekarang yang disebut dengan St. Petersburg) di Rusia atau bekas Uni Soviet dulu. Namun di manapun juga perang selalu membawa kesengsaraan. Bukan hanya untuk prajurit-prajurit yang berperang tetapi juga (terlebih) rakyat sipil yang mau tidak mau juga terlibat atau terkepung dalam peperangan tersebut.
Dalam Pertempuran Leningrad atau juga yang disebut dengan Pengepungan Leningrad, sebuah pengepungan yang termasuk paling lama dalam sejarah yaitu selama 900 hari, yang dimulai 8 September 1941 dan berakhir 27 Januari 1944. Tanggal 8 September 1941, sekitar 725 ribu tentara Nazi Jerman mengepung kota Leningrad yang berpenduduk 3 juta jiwa. Walaupun kota Leningrad sudah terkepung dari darat dan diisolasi dari dunia luar dan digempur tanpa ampun oleh pasukan Jerman, namun pasukan merah Uni Soviet beserta penduduk Leningrad tidak mau menyerah begitu saja. Mereka dengan semangat yang tinggi bahu membahu mempertahankan kota secara heroik walaupun mereka sangat menderita. Selama pengepungan gudang-gudang persediaan makanan dibom habis oleh Jerman, yang menyebabkan kota tersebut menjadi kekurangan makanan dan bukan hanya itu saja sarana air bersihpun hancur akibat perang sementara bantuan makanan dari luar tidak bisa dilakukan karena kota diblokade ketat oleh pasukan Jerman. Satu-satunya penghubung Leningrad dengan dunia luar adalah Danau Ladoga yang memang berhasil menyelamatkankan beberapa ratus ribu penduduk Leningrad ke luar kota tersebut melalui jalur yang disebut “Jalur Kehidupan” atau Doroga Zhizni (Дорога жизни) yang terkenal itu. Namun pengevakuasian lewat danau tentu saja bukan cara yang aman dan sangat beresiko! Namun hanya itulah jalan yang menghubungkan Leningrad dengan dunia luar. Selama pengepungan 900 hari tersebut, rakyat Leningrad mengalami kelaparan yang luar biasa, dan dalam pertempuran ini, tentara merah Uni Soviet kehilangan kira-kira 300.000 tentaranya akibat perang, namun rakyat sipil Leningrad yang meninggal akibat kelaparan berjumlah hampir 1 juta orang atau hampir sepertiganya!
Namun perjuangan rakyat Leningrad tidak sia-sia. Kota ini walaupun dikepung habis namun tidak pernah jatuh ke tangan Jerman, bahkan tentara Uni Soviet akhirnya berhasil memukul mundur mematahkan blokade pasukan Jerman yang pada akhir-akhir pertempuran tampak sangat frustasi dan sudah mengalami keruntuhan moral sehingga kota tersebut akhirnya bebas dari kepungan pasukan Nazi Jerman pada tanggal 27 Januari 1944.
Pertempuran Leningrad yang memakan waktu 900 hari ini, meninggalkan tragedi bagi seorang gadis berusia 11 tahun bernama Tanya Savicheva (Татьяна Савичева). Ketragedian ini tercermin dari buku hariannya yang sederhana yang kini dipajang di museum sejarah St. Petersburg. Tanya Savicheva adalah anak dari pasangan Nikolay Rodionovich Savichev dan Mariya Ignatieva. Tanya sendiri mempunyai 2 saudara perempuan: Zhenya dan Nina, serta 2 saudara laki-laki: Mikhail dan Leka. Ketika pasukan Nazi Jerman mengepung Leningrad, dan kelaparan mulai melanda kota itu, horor mulai menghantui keluarga Savichev. Satu persatu anggota keluarga Savichev menemui ajal akibat kelaparan. Isi buku harian Tanya sangat sederhana yaitu mencatat tanggal dan waktu kematian anggota-anggota keluarganya:
Zheniya meninggal tanggal 28 Desember jam 12:30 pagi 1941
Nenek (Babushka) meninggal tanggal 25 Januari jam 3.00 siang 1942
Leka meninggal tanggal 17 Maret jam 5 pagi 1942
Paman (Dedya) Vasya meninggal tanggal 13 April jam 2 pagi 1942
Paman (Dedya) Lesha meninggal tanggal 10 Mei jam 4 sore 1942
Ibu meninggal tanggal 13 Mei jam 7.30 pagi 1942
Semua keluarga Savichev meninggal.
Tinggal Tanya sendirian.
Begitulah isi buku harian Tanya Savicheva, sangat sederhana tapi menyentuh, dari seorang anak usia 11 tahun yang kelaparan dan kurang gizi. Sebenarnya ada dua saudara Tanya yang juga selamat, yaitu Nina Savicheva yang pada suatu hari pergi bekerja di pabrik namun ia tak kembali ke rumah karena ikut terevakuasi lewat Danau Ladoga, keluarganya tidak pernah mengetahui keberadaan Nina dan menyangka Nina telah tewas, sedangkan Mikhail Savichev selamat karena pada tahun 1941 ia kebetulan berada di luar Leningrad.
Tanya sendiri diperkirakan telah tewas setelah menulis kata-katanya yang terakhir di buku hariannya, namun akhirnya diketahui bahwa Tanya ikut dievakuasi pada pertengahan tahun 1942. Walaupun ia dikirim ke rumah perawatan anak-anak, Tanya akhirnya meninggal pada musim panas 1943 akibat penyakit disentri kronis yang menyerangnya sejak masa pengepungan.
Ho ho ho ho, Pertamax, ya? Baca dulu.
Wah, malang benar nasibnya. Dalam tempo 6 bulan harus kehilangan semua anggota keluarganya. Saya merinding sendiri membayangkan dalam tempo yang singkat itu, bagaimana Savicheva menghadapi kenyataan itu.
Peperangan selalu membawa penderitaan. Btw, saya baru pertama kali, lho, baca sejarah ini. Menyedihkan, menyentuh, tragis.
walah, disini juga keduluan….:-( 😦
temanya menarik nih. Padahal kalau nggak salah, rasanya sebelum PD II jerman dan Uni Sovyet sudah mengikat perjanjian untuk tidak saling menyerang. Tapi begitu jerman berhasil menerjang Polandia, mereka melanggar tersebut dengan menginvasi US, hingga terjadi peristiwa yang sngat tragis ini. (Mohon koreksi bila salah, soalnya pengetahuan sejarah saya cetek 🙂 )
O.iya mas Yari ? waktu itu U.S dipimpin siapa ya ?
wah….seakan nyambud tulisanna bang fertob, salah satu damfag ferad yang mengerikan….
“Semua keluarga Savichev meninggal.
Tinggal Tanya sendirian.”
ini yang mbikin saia bener-bener merinding, jadi kerasa sangadh gemana rasanya ferang…
Jika dilakonkan di panggung sandiwara… saya bisa nangis…
Ah, satu lagi yang saya pelajari dari PD II di Sovyet selain penyerangan ke Stalingrad.
Perang memang hanya menyisakan tragedi, duka, dan derita. Tapi perang seringkali tak bisa dicegah. Masing2 pihak yang berlawanan merasa mendapatkan pembenaran diri dari kubu2 yang mendukungnya. Tanya Savicheva telah mengabadikan derita perang ke dalam buku hariannya. Sebenarnya dalam perang itu nggak ada yang menang, karena telah kalah oleh nafsu keserakahan dan ambisi. Yak, moga nggak ada lagi perang, yang ada hanya nilai-nilai kedamaian, kerukunan, dan persaudaraan. OK, salam, Bung Yari.
gak bisa komen apa-apa 😦
Jadi perang itu ngga baik intinya kan, kalau aku tanya alasan perang itu apa, pasti jawabanya banyak……
Masa-masa suram perang dulu. Orang yang bodoh kalo sekarang masih mau berperang. menyisakan banyak korban2 yang akan saling balas dendam!
@Hanna
Benar Mbak Hanna, Tanya dalam 6 bulan kehilangan seluruh anggota keluarganya, gadis 11 tahun yang kelaparan, hidup sendiri di tengah peperangan dahsyat! Tidak terbayangkan…. 😦
@SQ
Ya betul…. Antara Jerman dan Uni Soviet sebelum menyerang telah menandatangi pakta tidak saling menyerang. Namun pakta itu penuh dengan kemunafikan alias penuh dengan rasa saling curiga di antara kedua belah fihak. Bahkan ketika Jerman menyerang Polandia, 1 Sep 1939 dari sebelah barat, Uni Soviet ikut menyerang Polandia dari sebelah Timur. Namun sejarah memang membuktikan bahwa Jerman sebenarnya memang juga ingin menguasai Uni Soviet, dan itu terbukti ketika pada musim panas 1941 Jerman akhirnya mengingikari pakta tersebut dan menyerang Uni Soviet lewat operasi Barbarosa. Penyerangan terhadap Uni Soviet ini oleh banyak ahli strategi militer sebagai kebodohan total Adolf Hitler sebagai pimpinan Nazi Jerman. Waktu itu Uni Soviet diperintah oleh Josef Stalin.
@hoek
Ya… betul, dampak perang bukan hanya menghancurkan fisik, tapi juga trauma dan kesedihan ditinggal mereka yang dicintainya yang sulit diukur dengan satuan apapun…. 😦
@rozenesia
O iya benar mas, pertempuran Stalingrad juga menarik, pertempuran yang menandakan titik balik kemenangan Uni Soviet atas Jerman. Terims ya sudah mengingati saya kembali tentang sejarah PD II.
@Sawali Tuhusetya
Betul sekali Pak Sawali. Satu-satunya kemenangan mutlak dalam perang adalah milik ‘sang nafsu angkara murka dan keserakahan’! Yah itulah akibatnya jika suatu bangsa/negara dipimpin oleh mereka2 yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja. Salam kembali pak Sawali.
@extremusmilitis
Ya, kalau begitu mari kita renungkan saja kejahatan perang ini…… 😦
@raffaell
Yang jelas, perang hanya mementingkan ambisi pribadi ataupun kepentingan pribadi suatu bangsa tanpa menghiraukan hak2 yang ada pada bangsa lain…. pemenuhan ambisi tokoh2 politik demi kepentingannya sendiri, kelompoknya ataupun bangsanya…. 😦
@GRaK
Ya… perang lebih banyak dimulai oleh ‘orang-orang bodoh’ yang sangat mementingkan kepentingan diri dan kelompoknya. 😦
Kisah tragis yang mengharukan…., ya catatan yang sederhana dari seorang anak kecil yang sangat menyentuh. (sukar dibayangkan bila kejadian tsb menimpa diri kita).
Memberi catatan sejarah tersendiri bukan hanya bagi keluarganya tapi bagi negerinya dan bahkan dunia. Sejarah kelam dampak PD.
Wah makin asyik aja nih … menguak pengetahuan sejarah … saya tertarik deh, ngecas lagi bacaan yang agak terlupakan. Kira nyampai ngak ke sajian Turki Usmani menguasai Eropa, Perang Boer di Afrika Selatan, atau Livingstone menemukan Afika Tengah, sampai gegap gempita Che di Amerika Latin? Saya akan senang menikmatinya Pak Satpam … he he (?)
pastinya bnyk ya buku2 harian mengenai perang yg mencatat kejadian memilukan selama perang.
tentara merah Uni Soviet kehilangan kira-kira 300.000 tentaranya akibat perang, namun rakyat sipil Leningrad yang meninggal akibat kelaparan berjumlah hampir 1 juta orang atau hampir sepertiganya!
Selalu saja yaa perang itu mengerikan…. 1 juta lawan 300.000 duuh tetap saja senjata itu mematikan.. lalu ini kan tidak beda dengan PD Timur Tengah jutaan loh bos… dan lagi-lagi senjata.. duuh perang kapan berakhir… ???
@mathematicse
Ya, benar, perang selalu membawa kedukaan bagi siapapun, mudah2an tak ada lagi perang dunia di masa mendatang…. 😦
@Ersis Warmansyah Abbas
Wah, saya jadi tertantang nih! Yang menarik bagi saya adalah Perang Boer dan kerajaan Turki Uthmani. Khusus untuk Turki Uthmani (Ottoman Empire) saya mau siapkan kapan2 artikel mengenai ‘Gallipoli’ yaitu sisa2 kejayaan kerajaan Turki Uthmani di Perang Dunia I di tahun 1915, di mana Turki Uthmani dalam perang tersebut berhasil menggagalkan pasukan Inggris dan sekutunya (Australia, Selandia Baru) mendaratkan pasukannya di daratan Turki atau tepatnya lewat selat Dardanella. Juga saya ingin sebenarnya menurunkan tulisan perang Rusia-Jepang yang dimenangkan oleh Jepang, yang menginspirasikan Kebangkitan Nasional di negeri kita, yang mengangkat derajad orang Asia di mata dunia. Yah, tunggu saja, soalnya saya juga ingin menuliskan tema2 yang lain dulu selain sejarah. Maklum blog ini maunya saya buat sewarna-warni mungkin seperti spektrum dalam pelangi. Hehehehe….
@abintoro
Iya bin, mungkin sampeyan pernah dengar Anne Frank juga ya? Dari segi popularitas dia lebih terkenal daripada Tanya Savicheva ini, dan juga buku hariannya lebih kompleks seperti sebuah karya buku.
@kurtubi
Benar, saya juga sering bertanya sendiri, kapan pernag berakhir ya? Namun sepertinya sayapun sadar, selama yang namanya nafsu keserakahan ada dalam tiap diri manusia, sepertinya perang berkecenderungan untuk terjadi terus…. 😦
Mari kita belajar dari kesalahan orang lain karena umur kita tak cukup panjang untuk mengalami semua hal tersebut.Kita belajar dua hal disini yaitu : 1 jangan diserang 2. jangan menyerang
Dari semua negara yg terlibat PD II, memang Soviet yang menderita korban sipil paling besar. Sekitar 20 juta orang tewas seingatku (CMIIW). Ntahlah, tidak yakin juga apa kalo mereka cepat menyerah saja korbannya bakal lebih dikit (sperti Prancis dan Belanda). Tapi ini juga masalah nasionalisme sih… (merdeka atau mati!) 🙂
Betul bang, operasi Barbarossa tu memang blunder, karena akhirnya membuat Jerman jadi harus membagi pasukannya tuk bertempur di tiga front (selain front barat & afrika utara). Yang lebih blunder lagi, tentara Jerman yang semula diatas angin dalam kampanye ke Moskow sebagian malah disuruh Hitler memutar lewat Ukraina dan akhirnya kandas di Volgograd! 😕
Seandainya Hitler cuma berperang dengan Soviet, dan tidak menyerbu Eropa barat, mungkin jalannya perang bakal lain ya, bang? AS & Inggris pasti bakal gembira liat Nazi & Komunis (yg sama2 mereka benci) saling bunuh… 😐
@Yung Mau Lim
Betul mas Yung Mau Lim, terima kasih untuk nasihatnya yang bijak, tetapi kalau kita diserang tetap kita harus mempertahankan hak kita kan? Namun mudah2an dengan tiadanya sikap saling curiga dan memusuhi mudah2an kita tidak akan diserang oleh fihak manapun. 🙂
@Jansen99
Wah, betul sekali itu! Uni Soviet memang korbannya sangat banyak selama PD II. Ya, mungkin itu karena mereka tidak mudah menyerah.
Iya betul lagi juga, perang di Volgograd (Stalingrad) merupakan titik balik kemenangan Uni Soviet atas Jerman pada PD II. Hitler memang sudah diperingatkan banyak jendral dan penasehat militernya bahwa menyerang Uni Soviet dan mengharapkan menang dan menyapu bersih Uni Soviet dalam beberapa bulan merupakan mimpi kosong di siang hari bolong! Padahal mungkin kalau Jerman tidak menyerang Uni Soviet mungkin cerita sejarah bisa lain ya?
Terims juga atas komennya yang bagus ini. 🙂
kenapa? kenapa perang itu selalu ada? siggghhhh…. 😥
@ extremusmilitis
Sepertinya…. selama masih ada nafsu keserakahan, perang akan selalu ada. 😦
Pak Yari memang piawai cerita sejarah-sejarah kayak gini. Saya senang bacanya. Peperangan selalu menjadi malapetaka. Penyair Landung Simatupang sempat mengalihbahasakan surat tentara Jerman yang dimuat dalam buku Last Letter from Stalingrad (Surat-surat penghabisan dari Stalingrad) seperti ini:
…..Sungguh suatu malapetaka bahwa harus ada perang ! Pedusunan indah menjadi mangsa dan dihancurkan. Dan sawah-ladang semuanya terbengkalai. Yang paling jahat ialah, sudah begitu banyak manusia kehilangan nyawa. Sekarang mereka terbaring di negeri lawan. Alangkah dahsyatnya malapetaka ini !……
@ indra kh
Ya, sungguh menyentuh kutipan tersebut. Bagaimana tentara2 yang gugur terbengkalai di negeri musuh demi mempertahankan kepuasan segelintir penguasa seperti Adolf Hitler ini. Memang seharusnya perang tidak terjadi andaikan para pemimpin tidak memikirkan ambisi pribadinya tersendiri.
Btw, pertempuran Stalingrad merupakan pertempuran yang menarik pula untuk dibahas. Perang ini merupakan titik balik kekalahan Nazi Jerman di front Timur/Rusia. Terims ya atas komennya.
Agak OOT, kebanyakan situs-situs ex. Perang Dunia dikemudian hari “dijual” sebagai obyek wisata. Saya kira demikian halnya dengan “Jalur Kehidupan”. Apakah sudah pernah menulis tentang tempat-tempat bersejarah ex. Perang Dunia Mas?
Saya pernah baca sekilas tentang Parlindoengan Loebis (kalau tidak salah di Readers Digest), seorang pemuda Batak yang pernah “diamankan” disebuah kamp kosentrasi Jerman. Tidak pernah menyangka sebelumnya ada orang Indonesia yang pernah mengalami hal ini. Hanya saja, saya sering merasa kalau saya langsung mempercayai hal ini seperti naif rasanya… berbeda dengan Anne Frank dengan buku hariannya, mengapa saya lebih mudah percaya? Sedangkan Kartini dengan kumpulan surat menyuratnya, mengapa sampai sekarang saya tidak pernah yakin kalau surat menyurat itu murni tanpa rekayasa?
*makin OOT*
maapgh 🙂
_________________________________________
Yari NK replies:
Ah, nggak OOT banget sih. Memang sih saya juga ingin bercerita tentang beberapa tempat bersejarah termasuk ‘Auschwitz’, kamp konsentrasi Nazi terkenal sewaktu PD II. Tapi nanti, soalnya banyak topik2 lain juga yg mau saya tulis, biar blog ini ‘berwarna’ seperti spektrum pelangi, seperti judul blog ini sendiri. Hehehehe…..
Sebenarnya Anne Frank-pun, buku hariannya tidak 100% asli atau persis seperti yang dituliskan Anne Frank asli. Banyak bagian-bagian yang dihilangkan kebanyakan adalah hal-hal yang sangat pribadi yang tidak pantas untuk dipublikasikan. Memang banyak sih situs2 zaman perang yang akhirnya dijadikan obyek pariwisata. Mungkin ini dimaksudkan selain untuk mengumpulkan dana untuk situs tersebut, juga agar pengunjung ingat akan kekejaman perang. Yah, bagi kesalahan2 yg dilakukan di masa perang semuanya mempunyai motto: forgiven but not forgotten.
So sad!We want to say that we care about Tanya Savicheva, and We want to say that we are happy because Leningrad (St. Petersburs) still live!!!! Never give up to fight the war!!!!!
The Leningrad siege is the one of the most remembered war in history. It depicts the endless struggle of the hopeless people whose city has been isolated by the enemy and no one is willing to help them. But it also shows us that even hopeless people can make stunning struggles that eventually becomes one of the most heroic battles in history of the greatest wars……
duh mengharukan bangat sih..bocah 11 tahun yang di tinggal mati keluarganya..,
Ping-balik: Tanya Sávicheva y el diario infantil más amargo de la guerra « Kurioso
poor tanya :”(
saya tertarik sekali dengan sejarah perang.selain jerman saya senang juga membaca tentang pertempuran leningrad.menurut saya rakyat sovyet banyak yang gugur karena gigih mempertahankan negaranya dan pemimpinnya (stalin) yang mengajarkan semangat itu (yah….meskipun si dedya stalin suka genosida rakyatnya XS).
makasih banyak atas infonya 🙂
Ping-balik: Tanya Sávicheva y el diario infantil más amargo de la guerra /Historia para no dormir/ | Aslaram's Blog