“Video Killed The Radio Star”

oldradioJudul artikel di atas adalah judul sebuah lagu lama yang dinyanyikan oleh sebuah grup band New Wave asal Britania Raya Buggles di akhir tahun 1970an yang pada lagu tersebut diceritakan mengenai seorang penyanyi yang populer di radio namun karirnya terhenti dengan munculnya televisi sebagai pesaing radio. Sebuah lagu lain, “Voice of America”, lagu Rock yang dibawakan oleh grup “Asia” yang menurut saya lagunya bagus itu kira-kira juga menceritakan kejadian serupa, yaitu nasib yang menimpa media hiburan yang bernama radio. Lagu lain lagi, “It’s Yesterday Once More” dari Carpenter yang syahdu dan indah itu hampir setali tiga uang dengan kedua judul lagu di atas.

Ada apa gerangan? Apakah saya ingin menceritakan tentang nasib media hiburan radio? Sebenarnya bukan begitu. Masih ingatkah anda lebaran yang lalu? Penjualan kartu lebaran menurun drastis karena kini orang lebih senang berkirim ucapan lebaran via SMS, MMS atau kartu lebaran elektronik via e-mail. Pernahkah anda di tahun 1990an mempunyai sebuah pager atau penyeranta? Masih adakah operator penyeranta di negeri ini sekarang? Sewaktu ponsel masih merupakan barang mewah di negeri ini, penyeranta pernah menjadi prima dona di negeri ini karena sewaktu sistem ponsel kita masih analog yaitu menggunakan sistem AMPS dan NMT (belum ada GSM), harga ponsel yang primitif itu harganya bisa mencapai belasan juta rupiah dan belum bisa berkirim SMS. Ketika sekitar tahun 1994, GSM mulai muncul di tanah air yang mulai bisa berkirim SMS, penyedia jasa penyeranta mulai ketar-ketir namun mereka masih bisa bertahan karena SMS baru bisa dikirim hanya dengan sesama operator dan hanya bisa dilakukan oleh kartu pascabayar. Ditambah lagi sinyal GSM yang kualitasnya masih “aduhai” waktu itu yang kualitas sinyalnya asli GSM alias Goyang Sedikit Mati. Namun ketika para operator GSM membuka interkoneksi jalur SMS-nya ditambah menjamurnya produk-produk kartu prabayar masih ditambah dengan menurunnya harga perangkat ponsel tidak ada lagi yang bisa dipertahankan oleh para operator jasa penyeranta itu untuk menyerang operator2 ponsel GSM. Jangankan menyerang, bertahan saja sudah tidak mampu.

Ya, ini adalah cerita tentang produk-produk yang sudah mengalami siklus menurun karena tergusur oleh produk-produk yang lain dengan teknologi yang lebih  baru. Beberapa di antara produk tersebut tidak bisa bertahan di sebuah pasar, namun beberapa produk lainnya bisa bertahan di tengah gempuran produk baru tersebut. Radio misalnya, termasuk yang mampu bertahan hingga kini. Pernahkah anda berfikir, apa yang harus anda lakukan jika anda mempunyai pabrik yang memproduksi barang-barang yang kini mulai tersaingi oleh produk lain? Mungkin anda banyak yang mengatakan “inovasi” yang mungkin bisa menyelamatkan produk anda atau minimal memperpanjang siklus hidup produk anda. Yang paling gampang anda menutup pabrik anda, menjual asetnya, lantas buat pabrik baru dengan memproduksi produk pesaing baru tersebut. Namun, apakah inovasi selalu membantu? Memang terkadang inovasi sangat membantu namun sayangnya inovasi tersebut bukan milik anda saja. Produk baru pesaing, dengan teknologi baru, tentu juga akan terus mengadakan inovasi-inovasi juga, bahkan mungkin lompatan inovasinya lebih jauh lagi.

Ya sudah, karena saya bukan ahli manajemen strategis dan bukan ahli dalam product life cycle management maka tulisan ini buat direnungkan dan didiskusikan saja. Pertanyaannya adalah: apakah inovasi teknologi hanya bisa dilawan dengan inovasi teknologi juga? Apakah inovasi di bidang manajerial tidak pernah mampu menyaingi inovasi teknologi? Bagaimana dengan jasa penyiaran radio? Kenapa masih bisa survive sampai sekarang? Apakah karena faktor-faktor demografis? Atau apakah kebutuhan akan hiburan radio tidak benar-benar overlapping dengan kebutuhan akan hiburan televisi? Orang bilang jikalau menyetel radio bisa sambil lalu, tetapi tidak bisa jikalau menyetel televisi, nontonnya harus fokus. Ah siapa bilang? Nonton televisi juga bisa sambil lalu kok, apalagi kalau channelnya channel musik bangsanya MTV atau lainnya. Tinggal disetel TV-nya terus kita bisa tinggal pergi ke ruangan lain sambil mendengarkan musiknya saja. Apalagi TV sekarang jikalau disambung dengan sound system yang ‘wah’, suara stereonya bisa menyaingi keindahan suara radio yang termahalpun.

Bisnis dan selera konsumen memang terkadang sulit diprediksikan. Namun satu hal yang pasti walaupun dalam kasus radio ini video only killed the radio star but never really killed the radio itself tetapi tetap saja radio hampir tidak mungkin menemukan masa keemasannya kembali di dunia hiburan seperti dahulu kala……..

28 responses to ““Video Killed The Radio Star”

  1. Bisnis memang selalu berubah, jadi harus selalu inovatif….jadi ingat saat masih pake pager, janjian sama suami, maksudnya sudah ditunggu psikolog…lha kok ditulisnya Dr. Polo….hahaha.

    Terus akhirnya saya beli “Bag-phone’ yang harganya Rp.7 juta, maklum telepon kabel susahnya minta ampun untuk melayani kompleks rumah tempat tinggal kami. Kalau beli handphone yang Rp. 17 juta ga kuat….biar koneksi bagus, terpaksa pake antena yang dipasang di genteng rumah, yang harga dan ongkos pasangnya Rp.1 juta….tapi lumayan lho, saat saya tugas ke wamena sekitar tahun 94 an….suara terdengar jernih dan bisa telepon anak-anak.

    Ingat mesin ketik….yang akhirnya tergantikan oleh komputer.
    Radio, saya masih suka mendengarkan, sambil mengetik tugas-tugas di laptop….Dan radio yang saya sukai, jika banyak lagu-lagunya…walau saya tak hafal dan mengerti judul lagunya, yang penting enak dinikmati dan membuat semangat kerjaku naik.

  2. the buggles sepupunya the beatles ya pak … masih sodara jauh sama beegees trus masih anak cucuknya bedhes … lho saya ini ngoomong apa toh … *ngeloyor*

  3. iya juga sih pak. tapi teknologi kan selalu mengalami pembaruan dan kemajuan? jadi buat saya wajar sih kalo yang lama digantiin sama yang baru, yang tua digantiin yang muda. btw, saya demen lagu Video Killed The Radio Star sama Yesterday Once More loh!

  4. Tapi radio ada keunggulan juga yaitu pita freknya sempit hingga lbh mudah nerima sinyalnya.

  5. Benar Mas, teknologi telah merubah gaya hidup kita (atau tuntutan kehidupan kita telah merubah teknologi ?). Tapi dari semua teknologi itu memang perkembangan telekomunikasi dan Computer, yang kemudian merger menjadi Infokom Teknologi – memang paling banyak merubah gaya hidup kita. Semuanya semakin memudahkan kita.

    Salam Kenal

  6. jadi ingat juga nih sama telegram, hihi ….. dulu telegram yang udah murah tapi ribet, banyak penggemarnya. Skr, yang ribet-ribet ditinggalkan meskipun murah

    😀

    radio oh radio, sekarang akhirnya dapat dilihat siapa penggemar radio sejati
    hehe

  7. Yup
    Tadi radio tetap bertahan dari kepunahan 🙂

  8. Itu termasuk lagu favorit saya pak, bravo selera kita sama, hehehe

  9. Orang bilang jikalau menyetel radio bisa sambil lalu, tetapi tidak bisa jikalau menyetel televisi, nontonnya harus fokus. Ah siapa bilang? Nonton televisi juga bisa sambil lalu kok, apalagi kalau channelnya channel musik bangsanya MTV atau lainnya. Tinggal disetel TV-nya terus kita bisa tinggal pergi ke ruangan lain sambil mendengarkan musiknya saja.

    Lha, kalo TV cuma denger suaranya aja trus apa bedanya sama radio? ^^; Oh ya satu lagi, sampe sekarang mobilitas radio itu masih kuat; hampir semua mobil punya tape radio, radio saku (atau mp3 player yang bisa mendengarkan radio) harganya juga relatif murah dan sudah menyebar luas. TV/Video kayaknya baru menyusul belakangan ini dengan munculnya HP yang juga bisa nonton TV, TV tuner di mobil, atau video player portable seperti iPod generasi baru.

  10. MMmm… dulu sy cuma punya radio sebagai sumber informasi… wakakakakaka…

  11. hmm iya jg sich pak,, radio makin tenggelam!! tapi banyak di daerah pelosok sana radio masih sangat penting

  12. pngen punya radio.. radioku rusak beberapa tahun yg lalu.. males beli apalagi buat..

  13. @edratna

    Huehehe…. Jadi ingat juga temen yang dulu baru beli pager. Mengharapkan pagernya bunyi tetapi sialnya nggak ada yang pager dia. Akhirnya kita inisiatif untuk ‘mengisengi’ dia dengan message becanda “Naa… pagernya bunyi kan sekarang!”. Eh, nggak tahunya nggak disampaikan oleh si operator. Padahal apakah message-nya becanda atau tidak itu kan hak kita. Mungkin karena faktor kurangnya privacy itulah pager jadi tidak bisa menyaingi SMS.

    Kalau radio, saya hanya dengar di mobil saja, walaupun di mobil saya juga udah ada TV-nya. Namun kalau udah sampai di rumah, saya sudah ‘lupa’ dengan radio karena televisi benar2 udah merajai sarana hiburan di rumah saya. Sedangkan kalau ingin mendengar musik, saya lebih suka dengar CD dibandingkan radio……

    @mantan kyai

    Mereka semuanya mantan kyai ya?? :mrgreen:

    @khofia

    Betul sekali…. udah ada komputer moso masih pakai mesin ketik yang belepotan Tipp-Ex itu? Tetapi seperti halnya radio, mesin ketik masih ada lho sampai sekarang walaupun teknologinya udah ketinggalan…… 😀

    @AgusBin

    Betul…. dan juga televisi lebih banyak memerlukan ‘power’ dibandingkan radio. Tetap saja masing2 punya kelebihan dan kelemahannya walaupun mungkin kelemahannya di suatu wilayah menjadi tidak siginifikan lagi. 😀

    @Prasabri

    Memang betul teknologi membawa perubahan gaya hidup kita. Tetapi ada juga yang tidak berubah. Misalnya walaupun sekarang hape ada jamnya tetapi tetap saja orang memakai arloji termasuk saya. Huehehe….. 😀

    @aisalwa

    Dulu di kantor ada mesin Telex untuk mengirim berita tertulis, tetapi telex mati setelah Fax merajalela. Akankah fax tergantikan oleh e-mail? Kita lihat saja…… 😀

    Wah…. mbak aisalwa ini penggemar sejati radio ya? 😀

    @achoey

    Betul…. radio masih bertahan…. walaupun ia sulit menjadi prima dona hiburan lagi seperti dulu…. 🙂

    @Raffaell

    Huehehe…. siip deh…..

    @Catshade

    Huehehe…. maksud saya di situ adalah bahwa fungsi televisi bisa menjadi fungsi radio alias cuma dinikmati suaranya saja, tidak perlu fokus pada gambarnya (walaupun mungkin sedikit menghambur2kan sumberdaya listrik misalnya).

    Sebenarnya portable LCD television sudah sejak ada tahun 1980an. Di Indonesia baru masuk awal tahun 1990an. Saya masih punya kok portable LCD-TV yang merknya Casio yang saya beli 15 tahun yang lalu. Tapi, kalau pakai baterai, meskipun Alkaline, termasuk boros sekali, dua jam itu baterai sudah habis. Kalau pakai baterai non-alkaline lebih cepet lagi keringnya itu baterai. Wah, pokoknya boros banget. Tetapi dari segi harga memang radio menang karena jauh lebih murah, mungkin itu yang ikut menyelamatkan industri siaran radio.

    @mathematicse

    Huehehe…. udah gitu radionya yang cuma 1 band, yang nangkepnya cuma siaran RRI….. :mrgreen:

    @zoel chaniago

    Betul sekali…. investasi untuk siaran radio lebih murah dibandingkan untuk siaran televisi. Juga harga perangkat pesawat radio jauh lebih murah dibandingkan pesawat TV, apalagi untuk daerah pedalaman…. 🙂

    @ardianzzz

    Tapi radio yang rusak jangan dibuang…… masih bisa digunakan….. buat nimpuk maling! Huehehehe…. :mrgreen:

  14. Produk teknlogi pada akhirnya ‘ditentukan’ konsumen, ada masa menanjakn dan menurun, kalau yang dipakai sepanjang masa, lebih bagus tentunya. Beriringan dengan itu, temuan-temuan teknologi akan menggeser teknologi out of date tentunya.

  15. Ngomong-ngomong soal radio, dulu waktu masih SMP, saya suka sekali dengerin radio :p sambil sekali-sekali direkam lagunya kalo bagus… waktu udah SMA masih sering denger-denger radio yang memutar lagu-lagu pop, dengan penyiarnya juga masih muda-muda… waktu kuliah sudah hampir lupa sama radio 😀 paling-paling denger radio SS ( Suara Surabaya ) sejenis siaran yang memantau kondisi jalan di Surabaya….

    Menurut saya kedepannya mungkin siaran radio ini akan punah… 😦 walaupun bertahap… yang jelas saya setuju dengan Pak Ersis Warmansyah Abbas diatas, bahwa teknologi terbaru bisa menggeser teknologi lama… tapi pasti ada penggemar-penggemar yang masih mendengarkan ( walau sedikit ) sehingga komunitas pendengar radio kedepannya menjadi komunitas yang limited hehehehehe

  16. blogwalking pak..nice blog anyway

  17. Btw, di zaman sekarang yang sudah ada hp ber-blackberry aja komunitas radio amatir (brik-brik-an, kalo kata pakde saya) masih ada (dan rame) kan. Begitu juga koran dan buku yang masih belum punah di era internet dan e-book…jadi saya rasa radio tidak akan mati, paling banter ikut berevolusi, misalnya jadi radio streaming internet (beberapa sudah ada sekarang). 🙄

  18. soal radio dan televisi hanya bentuk konkrit dari diskusi yang sebenarnya, masalah kemapuan suatu produk untuk bertahan.
    pada akhirnya yang terbarulah yang merajai pasar.
    dalam bidang mode, konon selalu ada daur ulang, jadi mode lama tak pernah benar-benar mati.
    tapi dalam bidang teknologi? hmm… memang menarik buat jadi bahan renungan.

    contoh satu lagi mungkin penggunaan kertas dan buku tulis, mas yari, juga mesin foto kopi!
    dengan adanya komputer dan isu ramah lingkungan, sampai kapan kertas dan mesin fotokopi akan bertahan?

  19. Ini pemilihan judul sama isi tulisannya ciamik punya!
    Inilah perbedaan trend, kecenderungan, serte kebutuhan.
    Siapa yang sebetulnya lebih membutuhkan? Konsumen atau produksen?
    Semua ditentukan keadaan. Zaman yang membutuhkannya.

  20. @Ersis Warmansyah Abbas

    Betul pak. Tetapi produk yang “sepanjang masa” kayaknya kalau elektronik, agak tidak mungkin deh, minimal mengalami “evolusi”. Kalau furnitur bangsanya meja, kursi, tempat tidur mungkin nggak ya, itu yang namanya disebut produk “sepanjang masa”?? :mrgreen:

    @parvian

    Kalau saya lebih suka radio yang nggak ada penyiarnya. Huehehe…. Kadang2 penyiarnya malah merusak lagu, tiba-tiba ngomong di tengah2 lagu walaupun kejadiannya termasuk jarang.

    Kalau nanti radio hanya diminati oleh segelintir orang saja yang benar2 fanatik dengan radio, masihkah ada iklan yang mau mensponsori siaran2 di radio? Ah… nggak tahu deh…. 😀

    @Indra Kurniadi

    Thanks… 🙂

    @Catshade

    Memang betul, sebenarnya banyak kok kasus2 yang “survive” walaupun digempur dengan teknologi baru. Arloji misalnya, tetap laku walaupun hape ada jamnya. Bioskop tetap laku walaupun sekarang ada DVD bajakan. Kalkulator tetap laku walaupun sekarang ada smart phone yang biasa diisi software freeware kalkulator yang ada grafiknya, bahkan hape sederhana yang hanya mengandalkan Java midlet (Java 2 Micro Edition / J2ME) juga sudah ada freeware yang menampilkan kalkulator yang bergrafis, pokoknya canggih. Dan kalau dicari masih banyak lagi yang lain, yang “survive”. Memang perilaku konsumen terkadang sulit ditebak….. :).

    Namun, dalam kasus radio ini walaupun radio tidak akan mati (setidaknya dalam waktu dekat) namun sepertinya radio tetap akan susah menemukan era keemasannya kembali…. 🙂

    @marshmallow

    Wah… iya nih…. menarik juga komentarnya….. jadi ingat electronic data processing yang semula ingin menjadi sebuah sistem menjadi paperless, namun ternyata (minimal hingga kini) cita-cita menjadikan suatu sistem paperless belum nampak hasilnya, bahkan di banyak sistem yang terkomputerisasi, (menurut salah satu penelitian, saya lupa lagi) justru penggunaan kertas malah semakin banyak. Benar-benar sebuah ironi dan sebuah paradoks. Huehehe…..

    @Daniel Mahendra

    Biasanya sih….. jikalau pasarnya banyak, produsennya juga subur. Namun perilaku konsumen juga terkadang membingungkan, ada konsumen yang sangat trendy menyesuaikan diri dengan zaman, ada juga konsumen yang ‘konservatif’ yang setia dengan apa yang telah ia pakai dan susah untuk berpindah dengan berbagai macam alasan…… 🙂

  21. sampai saat ini saya masih suka dengerin radio, insformasi dan hiburan lewat radio bisa dilakukan sambil berativitas, ga mesti ditongkrongin melulu.

  22. saya rasa radio ‘umur’nya masih panjang kok mas.. kan masih ada mobil, ada dapur, ada desa.. hehehe..

  23. Ah saya terlambat datang kemari… Hmm.. ingat betul dengan lagu itu. Jaman terus bergerak, manusia juga “bergerak” dan masing-masing sudah d masanya sendiri-sendiri. Kita nikmati saja kemajuan teknologi ini 😀

  24. Rasanya baru-baru ini saya juga mendengar topik ini. Di mana ya? Hmm…

  25. Yang jelas, sekarang mungkin cuma sedikit bisa mengingat-ingat masa-masa di mana radio benar-benar jaya. “Fields of Gold” kalau lagunya Sting bilang. 😉

  26. Jadi teringat kang…di tahun 70an,di Bandung sempat rame RTI (radio tanpa ijin) kalo nggak di AM ya…di MW…..Lha..saya malah seneng denger siaran nyang liar itu. ..hehehe…terutama yang mancarnya dari Ganesha 10 soalnya acaranya lebih seru !….Saya sempat bikin radio pemancar (TX), selain untuk alat komunikasi di 80 meter juga untuk siaran radio di 100 meteran (kira-kira 3 Mhz dengan antene membentang dari depan rumah sampai belakang pake tiang bambu), teknologi radio masih menggunakan tabung pemancar tipe L6 atau 807 dengan konsumsi listrik dan voltase yang aduhai gedenya jadi mesti pake step up yang dipesen khusus di pasar cikapundung. Kalo dibanding dengan teknologi sekarang jadi lucu…Untuk memilih frekuensi harus dikalibrasi (di zero beatkan) dengan variable Condensator dari besi…juit…juit…juit jeb..! tahun 80an radio siaran pada pindah ke FM termasuk yang liar . Band AM dan MW jadi sepi. Teknologi semakin canggih dan mungil dengan hanya 25 ribu di Bandung sudah dapet rangkaian kecil untuk daya pancar 2-3 blok perumahan.
    Entah karena pusing dengan radio liar yang justru banyak penggemarnya…Pemerintah mengakomodir dengan istilah radio komunitas di frek..107,6 s.d 107,9 MHz…Di Bandung sekarang marak RW, kelurahan, Masjid, Karang Taruna, sekolahan pada punya radio siaran…..resmi nggak liar lagi…modalnya cuma 3 jutaan…mixer cukup pake komputer iPII dengan WinAmp didalamnya…..jadi…selain ngenet, juga cuap-cuap belajar ngeDJ. Dus….Radio never die…

  27. @ubadbmarko

    Siapa bilang TV mesti ditongkrongin? TV juga bisa ditinggal kok, cuma dengerin aja musiknya (acara2 MTV misalnya), nggak perlu lihat gambarnya. Huehehe…. 😀

    @inos

    Iya…. sih…. tapi untuk berjaya seperti masa lalu sepertinya susah…. 😀

    @agoyyoga

    Betul nikmati aja…… dan silahkan pilih…. mau menikmati TV silahkan…. yang masih mau menikmati radio ya juga silahkan…. 🙂

    @Alias

    Ide ini saya ambil waktu baca “Kompas Minggu”, minggu lalu kalo nggak salah. Tetapi pembahasannya beda…. 😀

    Seneng Sting ya?? Saya paling suka yang albumnya “The Seventh Wave”. 🙂

    @Kang Aom

    Sebenarnya dulu awal tahun 2000an pernah muncul siaran radio satelit yang memakai receiver khusus. Jadi bisa dengar radio luar negeri dengan kualitas FM stereo. Waktu itu saya sempat beli yang Polytron tetapi sekarang kayaknya udah rusak. Mau beli lagi kok agak susah ya sekarang?? Apa siaran radio satelit sekarang juga sudah mati ya?? Padahal saya kira waktu itu, radio satelit merupakan terobosan penting yang akan mengangkat citra radio. Eh, nggak tahunya malah “tewas”. Apa sekarang kalah sama streaming radio di Internet ya? Ah… nggak tahu deh…. 😀

  28. tergantung kita tinggal di daerah mana pak, kl daerahnya terpencil radio bisa jadi hiburan kayak internet buat kita yang tinggal di perkotaan…

    __________________________________

    Yari NK replies:

    Yup….. namun begitu tetap saja radio hanya menempati celah2 kecil pasar (market niche) saja di dunia hiburan masa kini. 🙂

Tinggalkan Balasan ke aisalwa Batalkan balasan