Menentukan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal Dengan Perangkat Android Anda

Anda termasuk orang yang menunggu-nunggu awal bulan Ramadhan, bulan suci/puasa bagi umat Islam? Atau anda juga termasuk orang yang menunggu kapan persisnya jatuhnya idul Fitri di awal bulan Syawal? Dan anda menunggu sidang isbat (yang katanya menghabiskan biaya hingga Rp. 9 milyar tersebut) dari pemerintah sebagai rujukan awal bulan Ramadhan/Syawal? Nah… jikalau anda mempunyai perangkat Android anda tidak perlu menunggu sidang isbat sebagai rujukan awal bulan Ramadhan/Syawal. Bahkan anda dapat mengetahuinya jauh-jauh hari sebelum bulan Ramadhan/Syawal tersebut tiba! Hasilnya cukup, eh bukan cukup, bahkan sangat akurat! Perangkat Android yang anda butuhkanpun tidak perlu yang canggih-canggih. Anda bahkan dapat menggunakan perangkat Android 1.6 yang lama. Tidak perlu yang mahal-mahal dan yang jelas tidak perlu biaya hingga Rp. 9 milyar seperti sidang isbat! :mrgreen: Bahkan dengan perangkat Android anda, anda dapat memastikan apakah akan ada perbedaan awal bulan Ramadhan/Syawal menurut hisab (yang biasa dipakai oleh Muhammadiyah) atau rukyat/pengamatan (yang biasa dipakai oleh NU/pemerintah)!!

Yang anda butuhkan sekarang adalah aplikasi android dan kemampuan anda untuk mengolah data yang dihasilkan aplikasi tersebut. Sangat mudah dan tidak perlu perhitungan yang memusingkan. Ada banyak aplikasi mengenai fase bulan dan astronomi yang bisa anda gunakan untuk menentukan awal sebuah bulan qomariyah. Saya akan berikan contoh satu aplikasi saja, dalam hal ini saya akan menggunakan aplikasi bernama “Lunafaqt” yang bisa anda unduh di Google Play (OS Android 2.2 dan di atasnya)  atau Android Market (OS Android 2.1 dan di bawahnya).

Oke, mari kita mulai! Mula-mula jalankan aplikasi Lunafaqt yang sudah anda unduh! Maka akan terdapat gambar seperti di bawah. Bentuk/fase bulan bisa berbeda-beda tergantung waktu. Screenshot ini diambil tanggal 14 Juli 2013.

lunafaqt1

 

 

 

 

 

 

Sekarang sebagai contoh mari kita tentukan kapan persisnya 1 Syawal 1434 H pada kalender masehi. Pertama kali adalah perhatikan bulatan hitam penuh di kiri bawah layar seperti gambar di bawah ini yang dilingkari warna merah. Bulatan hitam tersebut menunjukkan waktu konjungsi atau ijtima matahari, bulan dan bumi atau yang diseut dengan “bulan baru”.

lunafaqt1a

 

 

 

 

 

 

Sekarang sentuhlah bulatan hitam tersebut maka layar akan berubah menjadi fase bulan baru pada tanggal dan jam tersebut. Dalam kasus ini (1 Syawal 1434H) adalah tanggal 7 Agustus 2013 pukul 04:51 WIB seperti gambar di bawah ini:

lunafaqt2a

 

 

 

 

 

 

Langkah berikutnya adalah perhatikan waktu matahari terbenam atau sunset di layar perangkat Android anda seperti bagian yang dilingkari merah pada gambar di bawah ini:

lunafaqt2b

 

 

 

 

 

 

Di sana tertulis waktu matahari terbenam adalah pukul 5:51pm atau 17:51. Waktu matahari terbenam dapat berbeda-beda tergantung dari awal bulan dan tahun yang akan anda cari. Setelah anda perhatikan waktu matahari terbenam selanjutnya adalah mencari pengatur waktu atau jam di kanan atas seperti yang dilingkari biru pada gambar di atas. Setelah anda menemukannya sentuhlah bagian itu maka akan keluar pengatur waktu seperti gambar berikut:

lunafaqt4

 

 

 

 

 

Aturlah pengatur waktu tersebut sesuai dengan waktu matahari terbenam, dalam kasus ini pukul 17:51. Setelah anda menekan tombol ‘Set’ maka hasil akhirnya adalah sebagai berikut:

lunafaqt3a

 

 

 

 

 

 

Selesai! Sekarang tinggal menyimpulkan kapan jatuhnya 1 Syawal 1434H tersebut. Untuk yang menggunakan metode hisab (seperti yang sering dipakai Muhammadiyah) maka prosesnya  cukup hingga gambar ke-2 di atas. Kita cukup memperhatikan tanggal dan bulan waktu kongjungsi yaitu dalam kasus ini adalah 7 Agustus 2013 pukul 4:51. Ini berarti bahwa saat Maghrib tanggal 7 Agustus 2013 kita sudah memasuki bulan Syawal. Sehingga tanggal 8 Agustus 2013 kita akan merayakan Idul Fitri. Andaikan waktu kongjungsi terjadi setelah waktu matahari terbenam atau maghrib maka maghrib berikutnya (keesokan harinya) baru kita memasuki bulan baru.

Bagaimana dengan metode rukyat (atau lebih tepatnya rukyatul hisab campuran antara rukyat dan hisab)? Nah untuk itu kita lihat gambar terakhir yaitu data mengenai ketinggian bulan pada saat matahari terbenam seperti yang dlingkari warna merah.  Di sana tertera 3,19°. Jikalau pada saat matahari terbenam ketinggian bulan >2° maka maghrib tanggal 7 Agustus 2013 kita sudah memasuki bulan Syawal. Itu berarti tanggal 8 Agustus 2013 kita akan merayakan Idul Fitri. JIKALAU ketinggian bulan ternyata <2° maka itu berarti maghrib keesokan harinya yaitu tanggal 8 Agustus 2013 kita baru memasuki bulan Syawal sehingga kita baru merayakan Idul Fitri tanggal 9 Agustus 2013.

Nah kesimpulan dari data yang disuguhkan Lunafaqt  adalah untuk 1 Syawal 1434 H, baik dengan metode hisab maupun rukyat tidak akan ada perbedaan dan kita akan merayakan Idul Fitri seragam tanggal 8 Agustus 2013. Mudah, murah, cepat  dan akurat bukan? Tidak perlu dana hingga Rp 9 milyar kan? :mrgreen:

Mekah Bukanlah (satu-satunya) Tempat Golden Ratio di Bumi Ini

Perhatian:

Postingan ini bukan postingan tentang agama tetapi murni postingan ilmu pengetahuan biasa. Terima kasih.

Beberapa waktu yang lalu seorang tweep di twitter berkicau tentang kota Mekah yang dikatakannya sebagai tempat “The Golden Ratio” di permukaan bumi ini. Sebenarnya topik ini bukanlah baru karena di forum digital manapun topik ini sudah sering diketengahkan dan diperdebatkan. Untuk itu saya tertarik untuk menuliskannya kembali dan mengangkatnya sebagai postingan di blog ini, benarkah Mekah adalah tempat Golden Ratio di permukaan bumi ini? Jikalau benar apakah Mekah satu-satunya tempat Golden Ratio di planet ini? Dan jikalau benar pula, apakah tempat-tempat Golden Ratio ini benar-benar istimewa? Yuk…. mari kita telaah satu persatu.

APAKAH GOLDEN RATIO ITU?

goldenratio

Secara sederhana Golden Ratio (atau ada juga yang menyebutnya sebagai the Golden Mean) adalah jika kita menggambar sebuah garis dan membagi dua garis itu yang satu panjang (kita namakan misalnya garis tersebut garis ‘a’) dan yang satu pendek (kita namakan garis tersebut garis ‘b’) maka perbandingan total panjang garis ‘a’ dan ‘b’ banding ‘a’ harus sama dengan perbandingan panjang garis ‘a’ banding garis ‘b’. Atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

\frac{a+b}{a} = \frac{a}{b} = 1,61803...

Sederhana bukan? Dan ternyata nilai dari perbandingan tersebut mendekati angka 1,61803…… Atau secara sederhana dapat disimpulkan bahwa perbandingan panjang garis ‘a’ (yang panjang) dengan garis ‘b’ (yang pendek) haruslah 1,61803……. Golden ratio ini sering disimbolkan dengan huruf Yunani ‘phi’ atau ‘ϕ’. Mulai saat ini kita akan menggantikan angka 1,61803… ini dengan ‘ϕ’.

BENARKAH MEKAH MERUPAKAN TEMPAT THE GOLDEN RATIO DI BUMI?

Sekarang perhatikan peta di bawah ini:

petagoldenratioPada gambar peta di atas garis hitam tebal adalah garis khatulistiwa (horizontal) dan garis meridian atau bujur 0 derajad (vertikal) yang melewati Greenwich, Inggris. Sekarang perhatikan garis hijau dan garis merah yang berpotongan di jazirah Arabia di atas. Itulah yang dmaksudkan dengan tempat the golden place ratio.

Bagaimana cara mendapatkan tempat golden ratio di jazirah Arabia di atas? Sebenarnya mudah saja! Seperti yang sudah kita ketahui di atas: \frac{a+b}{a} = 1,61803... Sekarang dari persamaan itu mari kita mencari koordinat tempat the golden place itu. Pertama kita mencari koordinat lintangnya. Karena total lintang dari utara ke selatan adalah 180° maka a+b=180. Masukan 180 ke persamaan di atas:

\frac{180}{a} = 1,61803... maka

\frac{180}{1,61803...} = a

a = 111, 2464°

Sekarang kita cari koordnat bujurnya. Karena total bujur di permukaan bumi ada 360° maka a + b = 360°. Kita masukan dalam persamaan caranya sama:

\frac{360}{a} = 1,61803...

\frac{360}{1,61803...} = a

a = 222,4928°

Apa artinya? Artinya dari total lintang 180° garis yang panjang adalah sepanjang 111,2464° sedangkan garis yang pendek adalah sepanjang 180° – 111,2464° = 68,7536°. Sedangkan untuk bujur, garis yang panjang adalah 222,4928° sedangkan garis yang pendek adalah 360 – 222,4928° = 137,5072°. Sekarang kitaa kembali ke peta di atas batas kiri peta adalaah 180° Bujur Barat (BB) atau supaya lebih mudah kita sebut -180°. Sedangkan batas kanan peta adalah 180° BT (Bujur Timur) atau kita sebut 180°. Batas atas peta adalah 90° LU (Lintang Utara) atau kita sebut 90°. Sedangkan batas bawah peta adalah 90°LS (Lintang Selatan) atau -90°. Mari pengukuran kita mulai dari batas kiri peta. Batas kiri peta adalah -180° kita tambahkan dengan  222.4928° ( -180° + 222,4928° = 42,4928°) atau 42,4928° Bujur Timur. Sekarang  berikutnya kita ukur mulai batas bawah peta yaitu -90° kita tambahkan dengan 111,2464° (-90° + 1111,2464° = 21,2464°) atau 21, 2464° Lintang Utara. Nah, jikalau kita cari di Google Maps maka koordinat (42,4928° BT 21,2464° LU) adalah memang di wilayah Saudi Arabia atau diperpotongan garis merah dan hijau di atas! Itulah tempat the Golden Ratio di muka bumi ini. Namun begitu ternyata tempat the Golden Ratio itu sekitar 275 km di luar kota Mekah dan tidak persis di kota Mekah seperti dalam gambar berikut ini (tempat yang ditandai balon merah adalah tempat Golden Ratio sementara yang ditandai balon hijau adalah kota Mekah):

ScreenHunter_01 Mar. 01 07.56

 

 

 

 

 

APAKAH “MEKAH” (DALAM TANDA KUTIP) TEMPAT SATU-SATUNYA THE GOLDEN RATIO DI BUMI?

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah tempat di Saudi Arabia itu satu-satunya tempat the Golden Ratio di bumi ini? Ternyata tidak! Sekarang mari kita coba mencari tempat the Golden Ratio yang lain. Kita mulai dari batas atas peta untuk mencari koordinat lintang. Koordinat batas atas peta adalah 90° LU, selanjutnya kita kurangi 90° dengan 111,2464° hasilnya adalah -21,2464° atau 21,2464° LS (Lintang Selatan). Berikut kita cari koordinat bujur, kita mulai dari batas kanan peta yaitu yang berkoordinat 180° BT, selanjutnya kita kurangi 180° dengan 222,4928 hasilnya adalah -42,4928 atau 42,4928° BB (Bujur Barat). Nah, jikalau anda mencarinya di Google Map maka akan diperoleh tempat dari koordinat tersebut yaitu sebuah tempat di Brasil sekitar 200 km dari kota Rio de Janeiro, seperti nampak pada peta berikut ini:

ScreenHunter_02 Mar. 01 07.59

Jadi apa kesimpulannya? Kesimpulannya adalah:

  1. Mekah (dan juga Rio de Janeiro tentu saja) bukanlah “pusat dunia” atau tempat the Golden Ratio di bumi ini.
  2. Terdapat banyak tempat the Golden Ratio di muka bumi ini selain dari “Mekah” dan “Rio de Janeiro”. Dapatkah anda menemukan tempat-tempat lainnya tersebut? Silahkan mencoba sendiri! 😉

Tomat: Buah atau Sayur?

TomatDari kecil kita sering mendengar pertanyaan, tomat itu buah atau sayuran sih? Atau mungkin kita sendiri sering bertanya mengenai hal itu dan belum mendapatkan jawaban yang cukup memuaskan. Hal tersebut juga berlaku bagi paprika misalnya, banyak orang yang juga bertanya apakah paprika itu buah atau sayur?

Sebenarnya jawabannya mudah saja! Jikalau anda mengikuti ilmu botani maka secara anatomi  sudah jelas bahwa tomat (dan juga paprika misalnya) adalah buah! Namun begitu, jikalau anda melihatnya dari sisi kuliner maka bisa jadi tomat adalah sayur. Kenapa bisa begitu? Dalam kuliner sayur dan buah dibedakan. Sayur menunjukkan semua bagian dari tumbuh-tumbihan yang BIASANYA dimasak dan menjadi bagian dari sebuah masakan (atau sop) termasuk buah. Sedangkan buah adalah buah yang biasanya langsung dimakan mentah-mentah tanpa perlu dimasak atau diproses terlebih dahulu.

Jadi sebenarnya istilah sayur hanya ada pada bidang kuliner saja. Sedangkan dalam botani, bagian-bagian tumbuhan diklasifikasi seperti: buah, akar. batang, biji, daun, dan sebagainya. Sedangkan dalam kuliner cuma dibedakan atas sayur-sayuran dan buah-buahan. Nah, sekarang jelas bagi anda yang sering melihat dari sisi kuliner tentu akan bingung mengklasifikasikan tomat karena tomat selain dimasak juga sering dimakan begitu saja (apalagi tomat berbentuk bulat yang sangat nampak mirip dengan bentuk geometris buah walaupun sebenarnya banyak juga buah yang tidak berbentuk bulat) maka banyak yang bingung apakah tomat itu sayur atau buah. Tapi jikalau anda melihat dari ilmu botani sudah jelas bahwa tomat adalah 100% buah!  Tapi jangan salah, jikalau anda menganggap tomat adalah sayuran karena anda melihatnya dari sisi kuliner, ya tentu sah-sah saja. 😉

Parijs van Java dan Perasaan Inferior

Lambang kota ParisDi jejaring sosial Twitter, ada seorang rekan tweep yang suka “menyamakan” dirinya dengan seorang penyanyi cantik asal Colombia yang namanya meroket sewaktu piala dunia yang lalu. Sebenarnya sah-sah saja dan bebas-bebas saja dia menyamakan dirinya dengan siapapun juga termasuk dengan penyanyi tersebut. Namun begitu saya nasihatkan dia agar dia tidak perlu lagi menyamakan dirinya dengan penyanyi seksi Colombia tersebut  karena selain emang tidak mirip sama sekali, perbuatan tersebut hanya menunjukkan sifat inferiority complex , atau lebih tepatnya mungkin bibit-bibit IC yang ada pada dirinya. IC adalah perasaan inferior  akut yang ada pada seseorang ataupun kelompok orang (seperti suku bangsa, bangsa dsb.) baik secara sadar atau tidak. Tentu saja ia berdalih bahwa hal tersebut hanya sebagai lucu-lucuan saja. Namun begitu, tetap saja perbuatan tersebut sangat berbau IC karena memang perilaku yang berbau IC tidak berpengaruh apakah bertujuan lucu-lucuan atau serius. Salah satu ciri seseorang yang mempunyai sifat IC adalah senang disamakan atau menyamakan dirinya dengan orang atau fihak yang dianggap lebih superior (minimal dalam satu hal/aspek). Dalam kasus ini, yang (merasa) mempunyai wajah kalah cantik atau badan kalah seksi akan menyamakan dirinya dengan ia/mereka yang (dianggap) mempunyai wajah lebih cantik atau badan lebih seksi. Padahal andai dia konsisten dengan pernyataannya bahwa hal tersebut untuk lucu-lucuan, tentu secara logika ia akan memilih Omas atau Tessy Srimulat. Jadinya lebih lucu lagi kan? 😉

IC memang kebanyakan terjadi secara tidak sadar karena kita tidak akan pernah mengakui secara terus terang perasaan inferioritas kita. Sebenarnya perasaan inferior baik secara individu ataupun kolektif secara sadar atau tidak sadar ada pada diri kita semua.  Kita secara tidak langsung sering merasa inferior terhadap mereka yang lebih sukses, lebih pintar, lebih tinggi, lebih ganteng/cantik dan sebagainya. Perasaan inferior tersebut dapat terjadi pada level individu ataupun pada level kolektif sebagai sebuah bangsa. Namun jikalau perasaan inferior tersebut  menyebabkan pengasosiasian diri terhadap mereka yang dianggap superior maka gejala IC mulai tumbuh.

Perasaan IC bukan hanya terjadi secara individu, secara kolektif dan secara tidak sadar, bibit-bibit IC telah tumbuh di antara kita. Contoh adalah dalam sebutan kota Bandung sebagai Parijs van Java. Oke bagi sebagian orang Bandung mungkin bangga karena kota mereka disamakan dengan sebuah kota di Eropa, sebuah kehormatan bagi mereka. Kalau sekedar bangga ya tidak mengapa. Namun jika sebutan “Parijs van Java” tersebut mulai menggema di mana-mana, bahkan ada nama stasiun TV dan mal yang memakai nama tersebut, sehingga mereka lebih bangga menyebut “Parijs van Java” daripada istilah “Bandung” atau “kota kembang” di situlah bibit-bibit IC sudah muncul. Secara tidak sadar justru kita lebih mengidolakan kota Paris daripada kota Bandung. Kita bangga (secara berlebihan) kota kita yang inferior disamakan dengan kota yang superior. Sementara sebaliknya, kota Paris, kota yang superior belum tentu senang kotanya disebut Bandung de l’Europe, bahkan mungkin orang Paris tidak suka kotanya disamakan dengan kota Bandung yang inferior. Jadi jikalau orang Paris tidak suka kotanya disamakan dengan kota Bandung kenapa juga kita orang Bandung harus bangga (apalagi berlebihan) menyamakan diri kita dengan kota Paris? Marilah kita bangga dengan identitas kita sendiri, Paris adalah Paris, Bandung adalah Bandung. Masing-masing punya identitas sendiri-sendiri yang patut dibanggakan.

Jadi, marilah, kita bangga menjadi diri kita sendiri. Kita tidak perlu mengasosiasikan diri kita terhadap orang lain yang tidak perlu dan tidak bermanfaat. Kalau memang perasaan inferior itu bermanfaat sehingga memajukan prestasi kita, mungkin itu malah bagus. Namun, jika hanya sekedar bangga-banggaan, lucu-lucuan dan seterusnya selain kurang bermanfaat LAMA-LAMA juga jadi tidak membanggakan dan tidak lucu lagi malah melahirkan kesan ia ingin seperti “idola”nya tapi (tentu saja) gagal total! 😉

A, B atau C?

Cukup menarik artikel yang dibuat di blog manusiasuper di sini. Sebenarnya ada dua  pertanyaan yang diajukan di artikel manusiasuper tersebut, namun saya tertarik terhadap salah satunya saja. Untuk singkatnya, mari saya intisarikan artikel tersebut di sini. Oke, misalnya anda disuruh memilih dari ketiga kandidat berikut ini (diusahakan jangan golput 😉 )

Kandidat A:  Memiliki banyak teman politisi busuk, percaya pada ramalan bintang, punya dua istri gelap, perokok ganja dan minum 8 hingga 10 gelas martini per hari.

Kandidat B: Pernah dipecat dari kantornya dua kali, selalu tidur hingga siang hari, pengguna opium ketika menjadi mahasiswa dan minum setengah galon wiski setiap malam.

Kandidat C: Dinobatkan sebagai pahlawan perang, vegetarian, tidak merokok, sangat jarang minum minuman keras, dan tidak pernah melakukan pelecehan seksual apapun.

Ayo pilih sekarang! Nah….. anda sudah memilih?? Sekarang kita lihat siapa saja ternyata ketiga kandidat tersebut:

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

Dan ini dia ketiga kandidat tersebut:

Kandidat A: Franklin Delano Roosevelt
Kandidat B: Winston Churchill
Kandidat C: Adolf Hitler

Terkejut? Ya, sayapun juga terkejut. Tapi hanya untuk sementara. Ada dua hal kenapa keterkejutan saya hanya sebentar.  Pertama saya langsung menyadari bahwa pilihan di atas agak “mengarahkan” karena kandidat A dan B hanya dituliskan sifat yang buruk-buruk saja, sementara kandidat C hanya dituliskan sifat yang baik-baik saja.  Mungkin jikalau sifat-sifat kandidat A dan B diteruskan dan dimasukkan juga sifat-sifat baiknya sementara sifat-sifat kandidat C juga diteruskan dan dimasukkan juga sifat-sifat buruknya mungkin pilihan kita bisa berbeda. Kedua, tentu saja saya sadar bahwa seburuk-buruknya orang iapun pasti punya sifat-sifat positif juga, sebaliknya sebaik-baiknya orang iapun pasti punya sifat-sifat negatif juga jadi kasus di atas sebenarnya adalah hal yang umum.

Namun hal yang lebih penting dari adanya “kasus”  di atas adalah bisa membuat calon pemilih menjadi bingung karena dalam benaknya tertanam seolah-olah mereka yang mempunyai sifat-sifat baik ternyata bisa menjadi seorang “monster” dan sebaliknya. Sebenarnya kasus di atas memang bisa saja terjadi di dunia nyata ketika para pemilih dengan segala cara tidak bisa mengetahui sifat-sifat lengkap kandidat-kandidat yang akan dipilihnya atau pendek kata informasi mengenai kandidat-kandidat tersebut sangat terbatas. Kalau sudah begitu kini timbul dua pertanyaan, pertama, apakah jikalau kita memilih C (yang ternyata Adolf Hitler) berarti kita salah pilih? Tentu saja jawabannya ‘ya’. Tapi, pertanyaan kedua, apakah kita bersalah karena memilih C? Jawabannya ‘tidak’, karena kita sudah memilih dengan kriteria yang masuk akal berdasarkan informasi maksimal yang kita dapatkan. Memang betul, lain waktu jika ada kandidat-kandidat dengan sifat-sifat di atas bisa jadi kandidat C malah lebih buruk dari Adolf Hitler, namun jangan lupa bisa saja lain waktu ternyata kandidat A atau B yang memang jauh lebih buruk dari Adolf Hitler. Jadi jika ada pemilihan kandidat seperti di atas dan anda tidak mengetahui bahwa C adalah Adolf Hitler, dan anda hanya mempunyai informasi yang terbatas mengenai ketiga kandidat, maka jangan ragu-ragu untuk memilih salah satu kandidat yang menurut anda paling sreg, termasuk kandidat C ! 😉

Colour or Greyscale?


Look closely at the dot at the centre of the first (upper) picture for approx 60 seconds. Don’t shift your focus away from it. For the best result, use a PC or laptop screen and position your eyes about 1 foot (30cm) away from the screen. After 60 seconds, move your focus to the  dot at the centre of the second (lower) greyscale picture instantly. Again, don’t shift your focus away from the dot for a while. Wait a minute! A greyscale picture? Are you sure?

Twinkle Twinkle Little Star, UFO or God’s Vessel?

I was hovering across YouTube looking for something interesting when suddenly I stumbled upon this video. It’s a six minute video showing a celestial object being suspended in the sky. The place is somewhere in Stockholm, Sweden. The time is April 2010 (a year ago). The person who filmed this occasion claimed that it is a UFO or perhaps he preferred calling it a spaceship from another civilisation in the outer space. If you watch this video completely till the last second of it, yes you may notice that the object filmed is ‘breathing’ or pulsating and it may give you a stronger idea that it is an artificial object made by an advanced civilisation deep in the space. Well, I’m not a hypocrite, at first it gave me the same idea too.

But it is not my nature to take something for granted. And as I think over and over, I came to a simple but firm conclusion that it is nothing more than a star or a planet! (probably it is Venus) Then why is it throbbing?? I’m sure because the light passing through the earth’s atmosphere is refracted a few times by our atmosphere. That’s because our atmosphere contains several layers and each layer has a different density. This refraction in the atmosphere also gave the idea for a popular children song “Twinkle Twinkle Little Star” that we have been knowing it so awfully since heck-who-knows. The zoom effect plus the refraction that gives the object the throbbing effect.

So now after all logical explanation provided above, do you still insist that it is a spaceship from another planet? If you do, I understand that a lot of times our science fiction part is  more fun than our logic part. But remember, my science fiction part can also provide you with even something more fun. I would say that it is a god’s vessel! How’s that? Is it super silly? Do you think a spaceship from another planet sounds more scientific than that of a god’s vessel because the latter is a product (or a term) of science fiction in the old past even though that both are not yet scientifically proven? Oh dear, think again! 😉